PERAN IMUM GAMPONG DALAM RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT ACEH

Kamis, 27 Juli 2017
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...... Halo agan agan semua.. kembali admin posting artikel yang terbaru setelah lama tanpa aktifitas apa-apa.. smoga dengan artikel ini bermanfaat yoooooooo.....


PERAN IMUM GAMPONG DALAM RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT ACEH

A.            Pendahuluan

Dari judul diatas, terdapat beberapa Istilah yang mana istilah tersebut sangat familiar dalam masyarakat Aceh yaitu imum gampong dan ritual keagamaan. Istilah imum gampong terdiri dari dua kata yaitu imum artinya imam/ tengku/ ustad, sedangkan gampong artinya desa. Jadi, kesimpulan yang dapat kita tarik bahwasanya imum gampong adalah imam/tengku yang menjadi pimpinan pada saat adanya ritual keagamaan dan juga sebgai pendidik moral generasi muda dalam sebuah gampong. Ritual keagamaan adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam kehidupan beragama seperti perayaan hari besar Islam, penyembelihan hewan qurban, Samadiyah, khanduri Blang dll. 
Peran imum gampong sangatlah vital dalam struktural sebuah gampong di Aceh; ialah yang menjadi panutan di desa, menjadi pemimpin disetiap ritual dan menjadi pendidik akhlak generasi muda.

B.            Pembahasan

a.    Kedudukan Imum Gampong Dalam Struktural Pemerintahan Gampong
Struktural pemerintahan sebuah gampong di Aceh telah terbentuk sejak sebelum kemerdekaan RI; yaitu sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan. Pemerintahan gampong merupakan pemerintahan tyang terkecil di bandingkan mukim, nanggroe,sagoe dan kerajaan. Namun, struktural tersebut tidak di pergunakan lagi semenjak Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda dan Aceh meleburkan diri ke dalam NKRI. Dalam struktural tersebut yang masih digunakan adalah gampong dan mukim.
Dulunya kedudukan imum gampong dengan Keuchik adalah sejajar, namun berbeda dalam perannya; keuchik mengurus pemerintahan dalam gampong, sedangkan imum gampong mengurus lini keagamaan masyarakat.

b.    Peran Imum Gampong Dalam Masyarakat
Dalam setiap kegiatan ritual keagamaan masyarakat Aceh, maka tidak dapat di pisahkan dengan imum gampong, karena ialah yang menjadi pemimpin disetiap ritual tersebut. Selain ritual keagamaan, imum gampong juga berperan dalam kegiatan adat; baik itu acara dalam skala kecil maupun besar. Sudah menjadi kebiasaan untuk mengundang imum gampong setelah mengundang Keuchik. Apabila kedua orang tersebut tidak dapat berhadir maka acara tersebut akan terasa kurang.
Seperti yang telah di singgung sebelumnya, imum gampong berperan di lini keagamaan di sebuah gampong. Beberapa contoh kegiatannya yaitu memimpin pembagian zakat, memimpuin penyembelihan qurban, memimpin ritual khanduri blang/ laot, mengurus orang meninggal dll. Imum gampong juga menjadi imam shalat jamaah yang dipusatkan di Meunasah gampong; dan yang tidak kalah penting peran dari imum gampong adalah menjadi guru mengaji bagi anak-anak dan generasi muda.
Dalam pengajian, imum gampong memberikan pendidikan agama, akhlak, sopan santun dan  juga membentuk karakter anak-anak ini agar mejadi pribadi yang saleh dan salehah sehingga ketika mereka telah beranjak dewasa memiliki dasar agama dan karakter yang kuat.
Oleh karena itu, eksistensi seorang imum gampong tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Aceh; karena apabila imum gampong telah hilang eksistensinya dalam masyarakat maka dapat dipastikan gampong tersebut telah kehinlangan kekuatannya.

c.    Permasalahan Yang Di hadapi Imum Gampong
Dalam kehidupan manusia, permasalahan adalah hal yang lumrah terjadi; permasalahan juga diibaratkan sebagai pendidikan dalam hidup; apabila seseorang belum mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, maka orang tersebut belum matang dalam kehidupannya.
Begitu juga dengan imum gampong, sudah tentu permasalahan yang dihadapi adalah berkenaan dengan masyarakat gampong. Maka dalam menghadapi permasalahan tersebut imum gampong di tuntut untuk bersikap bijak sehingga permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan damai.
 Adapun permasalah yang dihadapi oleh imum gampong diantaranya adalah persengketaan tanah, perkelahian antar pemuda, pencurian dll. Oleh karena itu, keuchik dan imum gampong adalah dua orang tua dalam gampong yang harus mengambil sikap yang bijak dan menghindari pertumpahan darah.

d.      Syarat Menjadi Gampong
Untuk menjadi imum gampong tidaklah membutuhkan syarat yang sangat spesifik; syarat-syarat tersebut telah ada dalam pandangan masing-masing diri masyarakat gampong itu. Karena masyarakatlah yang memilih imum gampong.
Secara umum, kriteria yang harus dimiliki opleh imum gampong adalah  kecakapan dalam memahami ajaran Islam, paham akan adat istiadat gampong serta memiliki kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai permasalahan. Maka imum gampong yang dipilih oleh masyarkat pada umumnya adalah orang yang telah lama mengecap asam garam kehidupan , telah lama tinggal di gampong itu yang di buktikan dengan pemahamannya akan adat istiadat dan ajaran Islam.    

C.            Penutup
a.       Kesimpulan

Imum gampong adalah istilah yang dinisbatkan kepada imum/tengku/ustad. Perannya meliputi ritual keagamaan, guru mengaji dan pendidik generasi muda di gampong dan menjadi partnernya keuchik dalam segala kegiatan gampong.

Masjid Tuha Indrapuri

Minggu, 21 Juni 2015




Masjid  Tuha Indrapuri terletak di desa Pasar Indrapuri Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, ± 24 km dari kota Banda Aceh. Masjid ini terletak tidak jauh dari aliran Kreung Aceh. Masjid berkonstruksi kayu ini didirikan di atas reruntuhan bangunan  candi yang berkonstruksi batu.Masjid ini tidak memiliki dinding, namun menggunakan sisa-sisa tembok candi sebagai pembatasnya. Arsitektur atapnya masih menggunakan  kayu yang di susun sedemikian rupa.
Pada mulanya Masjid Tuha Indrapuri merupakan sebuah candi. Mesjid tersebut dibangun pada abad ke 10 M oleh sultan Iskandar Muda. Candi tersebut memang telah ada sebelum Islam mencapai wilayah Aceh, karena pengaruh Budha lebih dahulu ada daripada Islam. Manakala Islam memasuki wilayah Indrapuri , yang mana peradaban Budha di hapuskan menjadi peradaban Islam. Begitu pula candi tersebut di ubah menjadi masjid. Masjid ini menjadi saksi sejarah tempat dinobatkannya sultan Aceh terkhir yaitu Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1878.
Dapat kita lihat bahwa bentuk masjid ini merupakan perpaduan mesjid dan benteng. Masjid ini dikelilingi oleh tembok yang mempunyai ketebalan ± 30 cm. Sekarang ini tembok-tembok tersebut tampak ada yang telah terkelupas dan banyak tumbuh jamur-jamur. Sehingga kurang enak di pandang. Kelihatan sekali objek sejarah ini tidak terawat dengan baik.




TEUKU NYAK ARIEF (1899-1946)

Kamis, 04 Juni 2015



Teuku Nyak Arif dan Panglima Polem sesungguhnya masih keluarga seketurunan dari Sultan Alauddin Inayat Syah Teuku Nyak Arif dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1899 di Ulee Lheue, ayahnya bernama Teuku Nyak Banta yang mempunyai kedudukan sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Ibunya bernama Cut Nyak Rayeuk berasal dari Ulee Lheue. Teuku Nyak Arif mempunyai saudara kandung sebanyak 5 orang, 2 laki-laki dan 3 orang perempuan, yaitu Cut Nyak Asmah, Cut Nyak Mariah, Teuku Nyak Arif, Cut Nyak Samsiah dan Teuku Moh. Yusuf.
Di samping itu Teuku Nyak Arif juga mempunyai saudara seayah lain ibu, karena Teuku Nyak Banta mempunyai 3 orang istri. Agama Islam membolehkan adanya poligami, asal dapat bertindak adil dan dengan tujuan untuk menghindarkan seorang suami melakukan penyelewengan yang bertentangan dengan agama. Teuku Nyak Banta ternyata dapat bertindak adil, di mana ketiga istri beliau bisa hidup rukun dan damai dan dengan tulus melakukan tugas mereka masing-masing sebagai istri. Anak-anak Teuku Nyak Banta
9 walaupun berĂ¯ainan ibu, menganggap saudara-saudara mereka sebagai saudara kandung saja. Istri Teuku Nyak Banta yang kedua bernama Cut Nyak Cahaya. Dari istrinya ini Teuku Nyak Banta mendapat empat orang anak, yaitu Cut Nyak Ubit, Cut Nyak Tengoh, Cut Nyak Maneh dan Teuku Abdul Hamid. Dari istri yang ketigA. ketiga Teuku Nyak Banta mempunyai seorang anak, yaitu Teuku Daud. Rasa persaudaraan di antara anak-anaknya berhasil dibina oleh Teuku Nyak Banta.
Kebiasaan itu berlaku tidak hanya ketika beliau masih hidup, tetapi juga sesudah beliau meninggal dunia. Teuku Nyak Arif sebagai anak laki-laki tertua tidak membedakan saudara kandung dari saudara lain ibu. Teuku Abdul Hamid pemah disekolahkan ke negeri Belanda, padahal saudara kandungnya sendiri tidak pernah disekolahkan ke luar negeri. Pengurusan hal pembagian harta pusaka juga diserahkan Teuku Nyak Arif kepada Teuku Abdul Hamid. Kebiasaan seperti ini dapat berlaku di dalam keluarga Teuku Nyak Arif adalah berkat bimbingan dan didikan ayahnya yaitu Teuku Nyak Banta.
Semenjak masa kanak-kanak Teuku Nyak Arif termasuk anak yang cerdas, berani dan mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin di antara teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun dalam pergaulan di luar sekolah. Permainan yang paling disenangi oleh Teuku Nyak Arif adalah sepak bola di permainan sepak bola ini ia selalu menonjol sebagai bintang lapangan.
Di samping berolah raga, Teuku Nyak Arif juga menyenangi kesenian. Ia dapat memainkan biola dengan baik. Di samping itu ia juga bisa bermain sulap yang dipertunjukkan dalam pertemuan sesama teman, sebagai hiburan dan rekreasi.

Setelah menyelesaikan pelajarannya di Sekolah Dasar Kutaraja yang sekarang bernama Banda Aceh, maka Teuku Nyak Arif dimasukkan oleh orang tuanya ke Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Pada waktu itu jarak antara Banda Aceh dan Bukitinggi merupakan jarak yang jauh, apalagi hubungan belum lancar seperti sekarang. Menurut keyakinan orang tuanya Teuku Nyak Arif di samping menuntut pengetahuan juga harus menambah pengalaman dengan bersekolah di daerah lain. Teuku Nyak Arif dalam usia yang sangat muda telah hidup berpisah dari orang tua, saudara-saudara dan familinya.
Selama bersekolah di Bukittinggi dari tahun 1908 sampai tahun 1913 Teuku Nyak Arif termasuk anak yang pandai. Tiap tahun ia naik kelas dengan hasil yang memuaskan. Di samping itu ia juga mempunyai banyak teman, baik di dalam maupun di luar sekolah. Kegemarannya bermain sepak bola terus dilanjutkan, bahkan selama di Bukittinggi ia tetap menjadi bintang dalam sepak bola sekolah. Direktur Sekolah Raja Bukittinggi yang bernama B.J. Vissersangat senang kepada Teuku Nyak Arif, karena ia termasuk anak yang pandai sehingga ia selalu mendapat pujian. Teman-teman sedaerah dengan Teuku Nyak Arif yang juga bersekolah di Bukittinggi antara lain ialah: Teuku Ad, Teuku Moh. Ali dan Teuku Leman. Nama Teuku Nyak Arif pada waktu itu sangat terkenal di kalangan murid-murid Kweekschool yang oleh orang Indonesia disebut Sekolah Raja. Anak-anak Sekolah Raja di Bukittinggi sebagian besar ditempatkan di dalam asrama, lebih-lebih anak-anak yang berasal dari luar daerah Sumatera Barat.
Pergaulan anak-anak yang tinggal di dalam asrama umumnya lebih akrab dari yang tinggal di luar. Sekolah Raja Bukittinggi mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Guru dan jurusan Pamong Praja (pemerintahan). Teuku Nyak Arif memilih jurusan Pamong Praja, karena ia adalah calon Panglima Sagi 26 Mukim. Nama baik Teuku Nyak Arif tersemat sebagai teladan yang indah dalam hati murid-murid Sekolah Raja yang berasal dari berbagai daerah di Pulau Sumatera. Sifat dan sikapnya yang cekatan, tutur kata yang ringkas tetapi tegas menjadi perhatian di sekolah, dan itulah sebabnya ia disegani oleh teman-teman seperguruan, terutama yang duduk di kelas yang lebih tinggi. Disamping  itu Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator ulung walaupun berbicara seperlunya saja, beliau juga gemar membaca terutama biuku-buku tentang ilmu politik dan pemerintahan serta memperdalam ilmu agamanya sehingga tidak mengherankan apabila beliau dalam usia muda telah berkecimpung dalam berbagai organisasi. Daerah Aceh sangat dikenal oleh penduduk Bukittinggi dengan nama Tanah Rencong, karena daerah itu terkenal dengan rencongnya.
Semenjak masa muda Teuku Nyak Arif telah mempunyai perasaan benei kepada orang Belanda. Pada waktu itu anak-anak bangsawan Aceh yang bersekolah di Bukittinggi mendapat tunjangan dari pemerintah sebesar 10 Gulden tiap bulan dengan perantaraan Residen Aceh H.N.A. Swart. Karena bencinya kepada pemerintah Hindia Belanda Teuku Nyak Arif tidak bersedia menerima uang itu.
Teuku Nyak Arif semenjak masa muda juga telah gemar membaca buku ilmu pengetahuan, terutama karya pemimpin-pemimpin terkemuka Indonesia. Tulisan yang paling disenanginya adalah tulisan Agus Salim. Kebetulan pada waktu itu Agus Salim sendiri sedang berada di Bukittinggi, membuka sekolah HIS partikelir di KotoGadang Bukittinggi dari tahun 1911 - 1915.
Pada tahun 1912 Teuku Nyak Arif melanjutkan pendidikannya ke OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Serang, Banten. Daerah yang dituju semakin jauh, serta pengetahuan dan pengalamannya semakin banyak. Makin lama Teuku Nyak Arif makin matang, terutama dalam bidang politik pemerintahan. Selama bersekolah di Serang (1912 - 1915), Teuku Nyak Arif memperdalam ilmu dalam bidang pamong praja sebagai lanjutan Sekolah Raja Bukittinggi.
Teuku Nyak Arif sangat sensitif terhadap Belanda, ia sering konflik dengan guru-guru dan direktur sekolah, orang Belanda. Teuku Nyak Arif sering tidak mengikuti peraturan yang dikeluarkan sekolah, terutama yang menyinggung perasaan nasional seperti cara hormat yang berlebihan terhadap guru. Akibat sikapnya ini Teuku Nyak Arif sering mendapat teguran dari guru-guru atau direktur sekolah. Tetapi walaupun begitu guru-guru dan pemimpin sekolah tidak berani bersikap keras terhadap anak-anak Aceh, karena pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha mengambil hati orang-orang Aceh. Pemerintah Hindia Belanda mengetahui bahwa daerah Aceh merupakan api dalam sekam terhadap Belanda.
Pada tahun 1915 Teuku Nyak Arif pulang ke Aceh untuk ikut menyumbangkan tenaganya bagi pembangunan daerah. Pada tahun 1918 - 1920 ia bekerja sebagai pegawai urusan distribusi beras makanan rakyat (Ambtenaar bij de voedsel voorziening daerah Aceh.
Di samping bekerja di kantor, Teuku Nyak Arif juga mengikuti kegiatan politik. Pada tahun 1918 ia memasuki organisasi Nationale Indische Partij (NIP) yang mulanya bernama Insulinde,  yang diketuai oleh Douwes Dekker dan kawan-kawannya di Jakarta. kemudian Ia diangkat sebagai ketua N.I.P cabang Aceh.
Dalam kesehariannya dalam membantu membangun Aceh, beliau ikut membantu Aceh dalam wadah persatuan Hindia (Nusantara) serta mencurahkan perhatian untuk mensejahterakan rakyat Aceh yang pada saat itu masih dalam masa penjajahan. Pada tahun 1920 beliau diangkat menjadi panglima Sagi 26 mukim menggantikan ayahnya yang telah berumur lanjut. Kemudia pada tahun 1927 beliau diangkat menjadi anggota dewan rakyat (Volksraad) sampai tahun 1931.
Dalam menentang penjajahan Belanda, beliau membentuk organisasi bawah tanah (tahun 1932) dan menjadi momok yang menakutkan bagi pemerintahan Belanda. Pada akhir pemerintahan Belanda di Aceh beliau menuntut agar kekuasaan residen diserahkan kepadanya, namun karena tidak diserahkan oleh pemerintahan Belanda maka beliau melakukan pemberontakan terhadap mereka. Pada waktu Belanda telah kalah dan meninggalkan Kutaraja, maka Teuku Nyak Arif diangkat oleh rakyat menjadi Ketua Komite
Pemerintahan Daerah Aceh. Ia telah berhasil mengisi kekosongan kekuasaan di Aceh sewaktu Belanda kalah dan sesuai dengan perhitungan strategi militer, kekosongan itulah yang menjadi sasaran utama. Hanya di Aceh terdapat gerakan yang demikian untuk mengisi
kekosongan yang dipelopori dan dipimpin oleh Teuku Nyak Arif dan kawan-kawannya. Bahkan gerakan itu meluas sampai ke barisan KNIL akibat pengaruh Teuku Nyak Arif. Ia menuntut penyerahan pemerintahan kepada rakyat dan pembentukan suatu tentara rakyat
Jepang mendarat di Aceh pada tanggal 12 maret 1942 dan itulah adalah kunci untuk mengusir Belanda dari tanah Aceh. Pendaratan jepang dilakukan di Ujong Batee, Teluk Balohan (Sabang), dan di Kuala Bugak Peureulak (Aceh Timur). Jepang disambut dengan gegap gempita oleh penduduk Aceh dengan semangat persaudaraan, sebagaimana semboyan Jepang tatkala datang ke Indonesia untuk membebaskan dari penjajahan Belanda.
Pasukan Belanda di Aceh yang dipimpin oleh Kolonel Gosenson, memindahkan markas besarnya ke Takengon dengan kekuatan 2.000 tentara. Tentara Belanda pada mulanya hendak melakukan perang gerilya dalam menghadapi Jepang, tetapi ternyata gagal karena tidak
didukung oleh rakyat Aceh. Perang di Aceh ternyata berjalan amat cepat karena:
·         Pasukan Jepang bergerak amat cepat,
·         Rakyat Aceh juga melawan Belanda,
·         Pasukan Hindia Belanda bukan pasukan tempur yang baik.
Pada tanggal 28 Maret 1942 Mayor Jenderal Overakker dan Kolonel Gosenson menyerah kepada Jepang di daerah Kotacane. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Belanda di daerah Aceh untuk selama-lamanya. Buat sementara ia diganti oleh Jepang yang telah disambut oleh rakyat dengan gembira. Akan tetapi kegembiraan itu tidak akan berlangsung lama, karena penjajah yang baru itu ternyatajauh lebih kejam lagi, sehingga rakyat Aceh harus berontak lagi.
Sesudah berkuasa di Indonesia, Jepang berusaha mengambil hati rakyat Indonesia, dengan mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Indonesia adalah untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan bangsa kulit putih. Jepang akan membentuk daerah kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Solidaritas Asia menentang Barat di bawah hegemoni Jepang merupakan suatu ide yang bagaimanapun akan memancing sambutan lunak dari orang Indonesia. Pemimpin Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda
seperti Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibebaskan kembali oleh
Jepang.
Sistem pemerintahan Hindia Belanda terus dilanjutkan. Pulau Sumatera dibagi menjadi 9 keresidenan. Tiap-tiap daerah keresidenandiberi pemerintahan sendiri-sendiri yang diperintah oleh seorang Residen (Shu Cokang). Aceh dijadikan satu karesidenan yang diperintah seorang Residen. Teuku Nyak Arif diangkat oleh pemerintah militer Jepang sebagai penasehat pemerintah militer daerah Aceh. Bahkan pada zaman permulaan pendudukan Jepang, Teuku Nyak Arif diangkat sebagai penasehat terkemuka, karena pemerintah Jepang sudah mengetahui bahwa ia adalah pemimpin terkemuka di Aceh.
Sebenarnya Teuku Nyak Arif telah melihat bahaya yang akan timbul akibat penjajahan Jepang ini. Tetapi walaupun begitu jalan satu-satunya untuk menyelamatkan rakyat adalah menerima kerja sama dengan Jepang. Ia tidak pernah bekerja sungguh-sungguh dengan Jepang, sebaliknya pemerintah Jepang betul-betul mengharapkan bantuan dari Teuku Nyak Arif. Sebagai pemimpin terkemuka di Aceh, beliau diangkat sebagai Gunco di Kutaraja, Teuku Panglima Polim sebagai Gunco di Seulimeum dan Teuku Hasan Dik menjadi Gunco di Sigli.
Sebagai manifestasi dari ketidaksenangan Teuku Nyak Arif terhadap Jepang ialah ucapannya sebagai berikut: Kita usir anjing, datang babi. Babi lebih. jahat dari anjing, penjajahan Jepang lebih jahat dari penjajahan Belanda. Analisa Teuku Nyak Arif ini ternyata benar. Jepang yang pada mulanya datang sebagai sahabat, kemudian mengambil tempat Belanda yang lama sebagai penjajah.
Setelah tiga tahun menjajah Aceh, akhirnya  tersiar kabar bahwa Jepang telah kalah perang dengan pasukan sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang ditandai dengan dijatuhkannya dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu.
Bersamaan dengan kekalahan Jepang itu, Soekarno- Hatta telah kembali pula ke Jakarta sesudah menemui Marsekal Terauci di Saigon. Soekarno dan Hatta, sebagai pemimpin Indonesia terkemuka waktu itu segera mengadakan pertemuan dengan pemimpin Indonesia lainnya. Sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan dipersiapkan dengan matang, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur No. 56 pukul 10.00 pagi diproklamasikan kemerdekaanIndonesia ke seluruh pelosok tanah air dan seluruh penjuru dunia.
Berita proklamasi kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis, diteruskan kepada Teuku Nyak Arif. Instruksi selanjutnya diterima melalui Radiogram dari Bukittinggi yang dikirim oleh Adinegoro. Teuku Nyak Arif memanggil tokoh penting sesudah raenerima
berita itu. Di hadapan pemimpin-pemimpin Aceh ia menyatakan sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia.
Pada tanggal 28 Agustus 1945, Teuku Nyak Arif dipilih dan diangkat menjadi ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Aceh, dengan Tuanku Mahmud sebagai wakilnya. Untuk memikul biaya perjuangan yang semakin berat maka Teuku Nyak Arif telah menjual
harta benda pribadinya, termasuk segala perhiasan emas milik istrinya, begitu juga Tuanku Mahmud. Revolusi berjalan terus, rakyat Aceh yang terkenal heroik terhadap penjajahan Belanda dan Jepang, pada saat itu telah bertekad mempertahankan kemerdekaannya. Jalan revolusi harus dipimpin dan diarahkan. Untuk mengarahkannya aparat pemerintahan harus disempurnakan.
Perjuangan terus ditingkatkan aparatur terus disempurnakan untuk menjamin kesuksesannya revolusi. Walaupun hubungan dengan pusat tidak selancar seperti sekarang, tetapi garis yang ditetapkan oleh pusat sedapat mungkin dilaksanakan. Di Aceh juga dibentuk
Angkatan Pemuda Indonesia (API) oleh Teuku Nyak Arif yang dikepalai oleh perwira Syamaun Gaharu. Setelah susunan API untuk seluruh Aceh disepakati maka atas anjuran Teuku Nyak Arif dikirimlah kurir menemui orang-orang penting, menyampaikan apa
yang telah diputuskan dan melaksanakan putusan itu dengan penuh tanggung jawab, serta mempersiapkan segala sesuatu sambil menunggu perintah dan pengumuman selanjutnya.
Dalam bulan-bulan pertama Proklamasi, pemerintah RI mendasarkan kekuatannya pada bidang diplomasi, tidak pada bidang fisik militer. Itulah sebabnya tidak segera dibentuk tentara sebagai tulang punggung negara yang baru diproklamasikan itu. Kemudian atas desakan tokoh-tokoh terkemuka, maka Pemerintah RI mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan mengubah nama BKR menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Di
daerah Aceh pimpinan TKR dipegang oleh Syamaun Gaharu.

Di samping adanya TKR, laskar-laskar rakyat masih tetap berdiri. Laskar-laskar ini dimaksudkan untuk membantu TKR dalam mencapai kemerdekaan. Laskar yang terbesar di Aceh adalah Mujahiddin, yang mempunyai divisi Tengku Cik Ditiro dan Divisi Paja Bakung. Teuku Nyak Arif sebagai Residen Aceh mempunyai pengaruh besar di kalangan TKR yang dipimpin Syamaun Gaharu.
Di antarapemimpin itu sudah tentu terjadi persaingan untuk memegang kekuasaan
di Aceh, terutama antara golongan Ulama dan golongan Uleebalang. Dengan alasan Teuku Nyak Arif dari golongan Uleebalang, maka datanglah desakan kepada Komite Nasional Indonesia, untuk menonaktifkan Teuku Nyak Arif dan mengasingkannya ke Takengon. Desakan ini mendapat dukungan. penuh dari kelompok TPR disokong oleh PESINDO, yang juga mempunyai ambisi untuk menggantikan Teuku Nyak Arif.
Penangkapan terhadap Teuku Nyak Arif dilakukan  oleh Tentara Perlawanan Rakyat (TPR), pada saat itu beliau sedang sakit, yang dilakukan secara baik baik dan dengan penghormatan, karena mereka itu tahu pengaruh Teuku Nyak Arif masih besar. Kepada keluarganya dikatakan bahwa Teuku Nyak Arif akan dibawa untuk beristirahat, dan kebetulan waktu itu masih sakit. Kemudian Teuku Nyak Arif dibawa ke Takengon dengan sebuah sedan, dikawal oleh dua orang anggota TPR yang berpakaian hitam dan bertopeng. Sesudah sebulan berada di Takengon baru keluarganya dibolehkan menyusul mengunjunginya. Walaupun begitu karena perawatannya kurang sempurna maka penyakit Teuku Nyak Arif makin bertambah berat. Keluarga Teuku Nyak Arif yang diizinkan menunggu selama di Takengon adalah istrinya Cut Nyak Jauhari, anak-anaknya Teuku Syamsul Bahri dan Cut Nyak Arifah Nasri, serta adikya Teuku AbdulHamid.
Dalam keadaan sakit Teuku Nyak Arief masih dapat memikirkan keadaan rakyat Aceh umumnya. Sehubungan dengan keadaan sakitnya semakin bertambah parah, kesehatannya semakin kritis, dan ajal pun tak dapat ditolak. Beliau berpulang ke rahmatullah di samping isteri beliau beserta adik-adiknya, tepatnya pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Jenazahnya dikebumukan di komplek makam keluarganya di Lamreung, lebih kurang dua kilometer dari Lamnyong. 


Referensi:
Mardanas Safwan, Pahlawan Nasional Teuku Nyak Arif, Jakarta: Balai Pustaka, 1992
Abdurrahman, G dkk, Biografi Pejuang-pejuang Aceh, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Aceh, 2002


Nama                        : Muhammad Syauqi
Unit                           : 02
NIM                          :140501047
Jurusan                       : Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas/Universitas    : Adab dan Humaniora/ UIN ArRaniry, Banda Aceh




Sultan Muhammad Daud Syah

Sabtu, 09 Mei 2015


Muhammad Daud Syah merupakan Sultan Aceh terakhir atau Sultan ke-35. Sultan Daud dinobatkan menjadi sultan di Masjid Tua Indrapuri pada tahun 1874[1] sampai menyerah kepada Belanda pada tanggal 10 Januari 1903.Sultan Daud merupakan cucu dari Sultan Mansur Syah, dimana sampai tahun 1884 ia merupakan Wali dari Tuanku Hasyim, anak dari Sultan sebelumnya yang juga merupakan pamannya yaitu Sultan Mahmud Syah. Muhammad Daud Syah dilahirkan pada tahun 1871, dua tahun sebelum Belanda menyerang Aceh pada  26 Maret 1873 M.

Pada tanggal 26 November 1902, Teungku Putroe Gambo Gadeng bin Tuanku Abdul Majid bersama anaknya Tuanku Raja Ibrahim yang merupakan sanak familinya  disandera oleh Belanda di Gampong Glumpang Payong Pidie. Tujuan penyanderaan ini agar Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah menyerahkan diri kepada Belanda. Akhirnya setelah bermusyawarah dengan penasihatnya, Sultan datang dan bertemu dengan Belanda di Sigli. Pada 20 Januari 1903, Sultan Muhammad Daud Syah dibawa ke Kuta Raja menghadap Gubernur Aceh Jenderal Van Heutz dengan harapan dia akan mengakui kekuasaan pemerintah penjajah di Aceh. Tetapi,  harapan pembesar Belanda ini tidak menjadi kenyataan karena dia menolak menandatangani  MoU damai dengan Belanda. Bahkan draf surat damai dirobek oleh Muhammad Daud Syah di pendopo Jenderal Van Heutz (pendopo Gubernur Aceh sekarang).

Pada  3 Februari 1903, Muhammad Daud Syah diintenir (tahanan rumah) di kampung Kedah, Banda Aceh karena Ia tidak berkenan untuk menyutujui kehadiran penjajah di Aceh. Dia hanya diperbolehkan bergerak bebas di sekitar Kuta Raja. Walau Muhammad Daud Syah berada dalam tahanan rumah, Ia masih memberi sumbangan dan dukungan kepada para pemimpin gerilyawan Aceh untuk terus berjuang mengusir penjajah dengan cara bergerilya, hanya dengan  cara-cara seperti itu Belanda dapat dijinakkan.
Pengaruhnya yang masih sangat besar terhadap rakyat menyebabkan Gubernur Aceh,  yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Jenderal Van Daalen mengusulkan Sultan Muhammad Daud Syah dibuang dari Aceh. Maka pada 24 Desember 1907, Belanda membuang Sultan Muhammad Daud Syah, istri, dan anak-anaknya  ke Batavia dan menetap di Jatinegara.




Di Batavia, Sultan Muhammad Daud Syah terus mengadakan hubungan luar negeri termasuk menyurati Kaisar Jepang untuk membantu Kerajaan Aceh guna melawan Belanda. Namun surat ini bocor ke tangan Belanda, lalu sultan beserta keluarga diasingkan ke Ambon. Pada tahun 1918, sultan dipindahkan kembali ke Rawamangun, Jakarta,  sampai beliau menghembuskan nafas terakhir pada 6 Februari 1939.

PERANG KHANDAQ(Ahzab)




Setelah terjadi peperangan antara kaum Muslimin dengan Kaum Quraisy dan juga dengan kabilah-kabilah Yahudi, Jazirah Arab kembali tenang yang satu tahun sebelumnya selalu mengalami peperangan. Hanya saja kaum yang selalu iri, dengki, dan pendendam terhadap kaum Muslimin yang selalu mencari gara-gara untuk memulai peperangan, mereka juga sering melakukan penghianatan terhadap perjanjian-perjanjian yang telah disepakati oleh kaum Muslimin dengan mereka.


Hari demi hari terus berlalu dan membawa keuntungan terhadap kaum Muslimin, pamor dan pengaruh mereka semakin menguat. Kareni itu kaum Yahudi semakin terbakar api kedengkian yang ada di dalam diri mereka. Mereka kembali merancang konspirasi baru terhadap kaum Muslimin dengan menghimpun kabilah-kabilah Arab untuk memerangi kaum Muslimin, mereka berbuat demikian karena tidak berani berhadapan langsung dengan kaum Muslimin. Taktik demikian terus dipelihara oleh kaum Yahudi hingga masa sekarang ini yaitu dengan cara membonceng kepada Negara-negara yang kuat di dunia.

Siasat mereka yang pertama adalah mengajak kabilah-kabilah Arab untuk bersatu memrangi Islam, adalah dua puluh pemuka Yahudi dari Bani Nadhir mendatangi Bani Quraisy di Mekah. Mereka mendorong kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah SAW  beserta pengikut-pengikutnya, dan mereka berjanji akan membantu serta mendukung rencana tersebut. Kaum Quraisy yang sebelumnya telah menyimpan dendam terhadap kaum Muslimin yang disebabkan kekalahan mereka dalam peperangan terdahulu, langsung menyetujui rencana tersebut dan mereka melihat ini adalah satu kesempatan untuk membalas kekalahan mereka yang terdahulu.
Selanjutnya pemuka-pemuka yahudi tersebut pergi kepada kabilah Ghathafan danjuga mengajak mereka untuk memerangi Islam, mereka juga langsung setuju dengan rencana tersebut. Begitu pula mereka mengajak kabilah-kabilah lain untuk menyerang umat Islam. Setelah itu terkumpullah pasukan dari kabilah-kabilah tersebut, koalisi kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Tihamah, dan Bani Sulaim yang datang dari arah Selatan. Sedang kan dari arah Tiimur adalah koalisi Bani Ghathafan, Bani fazarah, Bani Murrah, bani Asyja’, Bani Asad, dll. Dari gabungan semua kekuatan tersebut maka jumlah prajurit seluruhnya adalah 10 ribu orang.
Pasukan gabung tersebut bergerak kea rah Madinah seperti yang telah mereka sepakati bersama, dalam beberapa hari saja di sekitar madinah telah terkumpul pasukan musuh yang cukup besar, jumlahnya mencapai 10 ribu orang. Jumlah tersebut melebihi jumlah penduduk Madinah termasuk anak-anak dan juga wanita. Maka sebelum terjadi peperangan tersebut Rasulullah telah menerima laporan bahwa koalisi kaum kafir berencana untuk menyerang Madinah dan membinasakan Islam sampai ke akar-akarnya.
Maka Rasulullah SAW langsung menngelar majelis tinggi permusyawaratan untuk membicarakan rencana mempertahankan kota Madinah dari penyerangan tersebut. Di dalam majelis tersebut, terdapatlah Seorang sahabat Nabi yang bernama Salman Al Farisi yang mengemukakan idenya untuk menyelamatkan kota Madinah. Ide tersebut adalah membuat parit yang mengelilingi kota Madinah sebagai pertahanan kota, taktik ini terinspirasi oleh taktik perang Persia yang pada waktu  itu masyarakat Arab tidak tahu menahu tentang hal tersebut.
Setelah menyetujui ide Salman tersebut, Rasulullah SAW beserta kaum Muslimin bergitong royong bersama untuk membuat parit tersebut. Setelah itu parit tersebut dibuat, maka Rasulullah SAW berangkat dengan kekuatan 3 ribu personil. Kota Madinah di wakilkan kepada Ibnu Ummi Maktum, para anak-anak dan wanita ditempatkan di rumah khusus sebagai tempat perlindungan,
Ketika kaum Muslimin berhadapan dengan Kaum kafir, mereka hanya dibatasi oleh parit yang lebar hanya 4.62 meter dan dalamnya 3.3 meter. Kaum kafir yang hendak melompati parit tersebut langsun dihujani dengan anak panah, maka mereka tetap gagal untuk menyeberangi parit tersebut. Karena berbagai macam cara telah dilakukan untuk menyeberangi parit itu tidak berhasil maka mereka memutuskan untuk mengepung kota Madinah.
Karena taktik mengepung kota Madinah tidak berhasil, maka pemuka Bani Nadhir yang tedapat di dalam pasukan koalisi tersebut pergi ke perkampungan Bani Quraizhah untuk meminta bantuan mereka menyerang kaum kota Madinah dari dalam. Namun Pemimpin Bani Quraizhah tidak mau bergabung karena masih terikat perjanjian dengan kaum Muslaimin. Namun atas bujuk rayu pemuka Bani nadhir maka mereka bergabung juga dengan pasukan koalisi, namun mereka ditugaskan mengacau di dalam kota Madinah.
Setelah itu bani Quraizhah langsung melaksanakan misi tersebut, pengacauan yang dilakukan oleh mereka di ketahui oleh Rasulullah SAW. Maka beliau mengutus Sa’ad bin Mu’adz, Sa’ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, dan khawwat bin jubair untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Namun yang terjadi di lapangan di luar perkiraan mereka, ternyata hal tersebut betul-betul terjadi, malah lebih parah lagi. Mereka kemudian kembali kepada Rasulullah dan mengabarkan apa yang terjadi.
Setelah itu Rasulullah mengatur strategi perang untuk mengalahkan mereka, yaitu dengan cara memecah belah koalisi mereka. Maka pada saat itulah datang bantuan dari Allah, pada malam hari Allah mengirim angin topan dan cuaca ekstrim sehingga perkemahan mereka hancur porak-poranda, Allah juga mengirimkan pasukannya yang terdiri dari beribu-ribu malaikat untuk mengalahkan pasukan kafir. Pada pagi harinya tidak ditemukan orang-orang kafir karena pada malam itu juga mereka meninggalkan medan perang dikarenakan cuaca buruk dan maut di depan mata.
Perang Khandaq ini terjadi pada Syawwal 5 H, perang Ahzab tidak menimbulkan kerugian, tetapi merupakan perang urat syaraf. Semua bangsa Arab tidak sanggup menghimpun kekuatan yang lebih besar dari pada pasukan Ahzab ini. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, ketika Allah telah mengalahkan pasukan musuh, sekarang kitalah yang menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita, Kitalah yang mendatangi mereka.”


Referensi
Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Arrahiqul Makhtum, Jakarta: Aqwam, 2o14
Qasim A. Ibrahimdan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jakarta: Zaman, 2014


Jabir Ibn Hayyan: Bapak Kimia Modern



           Nama lengkapnya adalah Jabir ibn Hayyan bin Abdullah Kufi yang biasa dipanggil dengan Abu Musa. Beliau dilahirkan di desa Thus, Khurasan yang kemudian tinggal di Kufah.  Dorongan paling kuat untuk menuntut ilmu datang dari ayahnya sendiri . Ia menimba ilmu dari dua gurunya yang bernama Khalid bin Yazid yang mengajarkannya ilmu kimia dan seorang lagi bernama Imam Ja’far Shadiq.
Selama ia menuntut ilmu, ia banyak berkenalan dengan orang-orang yang cinta terhadap ilmu pengetahuan sehinnga membuat ia terlecut semangatnya untuk menjadi seorang ilmuwan Muslim. 

            Dalam rangka mewujudkan cita-citanya  Ia membangun sebuah laboratorium untuk keperluan penelitiannya. Setelah semua kerja kerasnya , ia akhirnya  termasyhur sebagai seorang ilmuwan kimia ke seantero Jazirah Arab.
Menurut Jabir ibn Hayyan, dalm ilmu kimia yang sangat penting adalah percobaan. Jika seseorang tidak dapat meletakkan pengetahuan melalui percobaan maka kemungkinan besar ia akan melakukan kesalahan. Ia juga berkata bahwa teori Kimia tidak dapat diakui kebenarannya jika hanya berdasarkan hasil bacaan , tetapi harus terlebih dahulu diuju dan dibuktikan kebenarannya dengan perconbaan
Jabir Ibn Hayyan hidup pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang sangat memanjakan para ilmuwan, sehingga Ia dapat dengan bebas untuk focus dan berinovasi dalam kimia. Kontribusi Jabir Ibn Hayyan dalam ilmu kimia diantaranya adalah penyempuraan proses Kristalisasi, Distilasi, Kalsinasi, Sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrument untuk melakukan proses tersebut.
Jabir Ibn Hayyan  mampu mengaplikasikan pengetahuannya dibidang kimia dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta anti karat. Selain itu ia juga yang pertama kali menggunakan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
             Banyak karya-karya yang telah dilahirkan oleh jabir Ibn Hayyan, diantaranya adalah: ilmu Al Aksir Al Adzhim, Al Bayan, Ad Durat Maknunah, Al Kawash, Az Zabiq, At Tarakib, dan Sirul Asrar.  Buku-buku tersebut memberikan pengaruh besar pada dunia hingga saat ini.
             Jabir Ibn Hayyan wafat pada 815 masehi atau  200 H di Kufah, irak

Referensi
Serambi Indonesia

Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008

Khanduri Troen U Blang

Senin, 04 Mei 2015
NAMA                                    : MUHAMMAD SYAUQI
NIM                                        : 140501047
UNIT                                      : 02
JURUSAN/FAKULTAS       : SKI/ ADAB DAN HUMANIORA
KAMPUS                               : UIN AR RANIRY


Indonesia merupakan negara Agraris, yang didukung dengan iklim tropis dan tanah yang subur. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, tanaman yang biasa di tanam adalah bahan makanan pokok hingga obat-obatan herbal tapi umumnya adalah bahan makanan pokok.
Di ujung barat Indonesia, yaitu provinsi Aceh juga demikian. Meskipun ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan, namun mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani. Di dataran rendah para petani biasanya menanam padi sedangkan di dataran tinggi biasanya petani menanam tomat, kentang, kopi, dll. Di dalam tradisi masyarakat Aceh, khususnya daerah Aceh yang dekat dengan laut sebelum tanam padi   ada kegiatan yang dinamakan dengan  khanduri troen u Blang( khanduri turun sawah), tradisi ini sarat dengan keagamaan, budaya, dan sosial.tradisi ini telah da sejak jaman dahulu dan diteruskan hingga saat ini.
 Misalnya di daerah Aceh Besar, kegiatan ini berlangsung dua kali. Pertama ketika dilaksanakan sebelum benih-benih padi di semai, dan yang kedua ketika padi telah menampakkan bulir-bulirnya(rhoh). Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di Ulee Ateung(pematang sawah).



Pada hari yang telah ditentukan, para penduduk beramai-ramai pergi menuju ke sawah dengan membawa bekal Bu Kulah(nasi dibungkus dengan daun pisang) masing-masing dua bungkus. Ketika penduduk telah berkumpul semua, maka dimulailah acara tersebut. Dengan dipimpin oleh Tengku, para penduduk dengan khusyuk berdoa kepada Allah agar tanaman padinya selamat dari segala hama.

Setelah berdoa bersama, para petani menyantap bekal yang telah dibawa dari rumah. Tradisi ini dimaksudkan untuk ungkapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki kepada petani dengan hasil panen yang melimpah serta meminta kepada-Nya agar padi yang hendak ditanami jauh dari serangan hama.