Teuku
Nyak Arif dan Panglima Polem sesungguhnya masih keluarga seketurunan dari
Sultan Alauddin Inayat Syah Teuku Nyak Arif dilahirkan pada tanggal 17 Juli
1899 di Ulee Lheue, ayahnya bernama Teuku Nyak Banta yang mempunyai kedudukan
sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Ibunya bernama Cut Nyak Rayeuk berasal dari
Ulee Lheue. Teuku Nyak Arif mempunyai saudara kandung sebanyak 5 orang, 2
laki-laki dan 3 orang perempuan, yaitu Cut Nyak Asmah, Cut Nyak Mariah, Teuku
Nyak Arif, Cut Nyak Samsiah dan Teuku Moh. Yusuf.
Di
samping itu Teuku Nyak Arif juga mempunyai saudara seayah lain ibu, karena Teuku
Nyak Banta mempunyai 3 orang istri. Agama Islam membolehkan adanya poligami,
asal dapat bertindak adil dan dengan tujuan untuk menghindarkan seorang suami melakukan
penyelewengan yang bertentangan dengan agama. Teuku Nyak Banta ternyata dapat bertindak
adil, di mana ketiga istri beliau bisa hidup rukun dan damai dan dengan tulus melakukan
tugas mereka masing-masing sebagai istri. Anak-anak Teuku Nyak Banta
9 walaupun
berĂ¯ainan ibu, menganggap saudara-saudara mereka sebagai saudara kandung saja. Istri
Teuku Nyak Banta yang kedua bernama Cut Nyak Cahaya. Dari istrinya ini Teuku
Nyak Banta mendapat empat orang anak, yaitu Cut Nyak Ubit, Cut Nyak Tengoh, Cut
Nyak Maneh dan Teuku Abdul Hamid. Dari istri yang ketigA. ketiga Teuku Nyak
Banta mempunyai seorang anak, yaitu Teuku Daud. Rasa persaudaraan di antara
anak-anaknya berhasil dibina oleh Teuku Nyak Banta.
Kebiasaan
itu berlaku tidak hanya ketika beliau masih hidup, tetapi juga sesudah beliau
meninggal dunia. Teuku Nyak Arif sebagai anak laki-laki tertua tidak membedakan
saudara kandung dari saudara lain ibu. Teuku Abdul Hamid pemah disekolahkan ke negeri
Belanda, padahal saudara kandungnya sendiri tidak pernah disekolahkan ke luar
negeri. Pengurusan hal pembagian harta pusaka juga diserahkan Teuku Nyak Arif
kepada Teuku Abdul Hamid. Kebiasaan seperti ini dapat berlaku di dalam keluarga
Teuku Nyak Arif adalah berkat bimbingan dan didikan ayahnya yaitu Teuku Nyak Banta.
Semenjak
masa kanak-kanak Teuku Nyak Arif termasuk anak yang cerdas, berani dan
mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin di antara
teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun dalam pergaulan di luar
sekolah. Permainan yang paling disenangi oleh Teuku Nyak Arif adalah sepak bola
di permainan sepak bola ini ia selalu menonjol sebagai bintang lapangan.
Di
samping berolah raga, Teuku Nyak Arif juga menyenangi kesenian. Ia dapat
memainkan biola dengan baik. Di samping itu ia juga bisa bermain sulap yang
dipertunjukkan dalam pertemuan sesama teman, sebagai hiburan dan rekreasi.
Setelah
menyelesaikan pelajarannya di Sekolah Dasar Kutaraja yang sekarang bernama
Banda Aceh, maka Teuku Nyak Arif dimasukkan oleh orang tuanya ke Sekolah Raja (Kweekschool)
di Bukittinggi. Pada waktu itu jarak antara Banda Aceh dan Bukitinggi
merupakan jarak yang jauh, apalagi hubungan belum lancar seperti sekarang.
Menurut keyakinan orang tuanya Teuku Nyak Arif di samping menuntut pengetahuan
juga harus menambah pengalaman dengan bersekolah di daerah lain. Teuku Nyak
Arif dalam usia yang sangat muda telah hidup berpisah dari orang tua,
saudara-saudara dan familinya.
Selama
bersekolah di Bukittinggi dari tahun 1908 sampai tahun 1913 Teuku Nyak Arif
termasuk anak yang pandai. Tiap tahun ia naik kelas dengan hasil yang
memuaskan. Di samping itu ia juga mempunyai banyak teman, baik di dalam maupun
di luar sekolah. Kegemarannya bermain sepak bola terus dilanjutkan, bahkan
selama di Bukittinggi ia tetap menjadi bintang dalam sepak bola sekolah.
Direktur Sekolah Raja Bukittinggi yang bernama B.J. Vissersangat senang kepada
Teuku Nyak Arif, karena ia termasuk anak yang pandai sehingga ia selalu
mendapat pujian. Teman-teman sedaerah dengan Teuku Nyak Arif yang juga
bersekolah di Bukittinggi antara lain ialah: Teuku Ad, Teuku Moh. Ali dan Teuku
Leman. Nama Teuku Nyak Arif pada waktu itu sangat terkenal di kalangan
murid-murid Kweekschool yang oleh orang Indonesia disebut Sekolah Raja.
Anak-anak Sekolah Raja di Bukittinggi sebagian besar ditempatkan di dalam
asrama, lebih-lebih anak-anak yang berasal dari luar daerah Sumatera Barat.
Pergaulan
anak-anak yang tinggal di dalam asrama umumnya lebih akrab dari yang tinggal di
luar. Sekolah Raja Bukittinggi mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Guru dan
jurusan Pamong Praja (pemerintahan). Teuku Nyak Arif memilih jurusan Pamong
Praja, karena ia adalah calon Panglima Sagi 26 Mukim. Nama baik Teuku Nyak Arif
tersemat sebagai teladan yang indah dalam hati murid-murid Sekolah Raja yang
berasal dari berbagai daerah di Pulau Sumatera. Sifat dan sikapnya yang
cekatan, tutur kata yang ringkas tetapi tegas menjadi perhatian di sekolah, dan
itulah sebabnya ia disegani oleh teman-teman seperguruan, terutama yang duduk di
kelas yang lebih tinggi. Disamping itu
Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator ulung walaupun berbicara seperlunya
saja, beliau juga gemar membaca terutama biuku-buku tentang ilmu politik dan
pemerintahan serta memperdalam ilmu agamanya sehingga tidak mengherankan
apabila beliau dalam usia muda telah berkecimpung dalam berbagai organisasi. Daerah
Aceh sangat dikenal oleh penduduk Bukittinggi dengan nama Tanah Rencong, karena
daerah itu terkenal dengan rencongnya.
Semenjak
masa muda Teuku Nyak Arif telah mempunyai perasaan benei kepada orang Belanda.
Pada waktu itu anak-anak bangsawan Aceh yang bersekolah di Bukittinggi mendapat
tunjangan dari pemerintah sebesar 10 Gulden tiap bulan dengan perantaraan Residen
Aceh H.N.A. Swart. Karena bencinya kepada pemerintah Hindia Belanda Teuku Nyak
Arif tidak bersedia menerima uang itu.
Teuku
Nyak Arif semenjak masa muda juga telah gemar membaca buku ilmu pengetahuan,
terutama karya pemimpin-pemimpin terkemuka Indonesia. Tulisan yang paling
disenanginya adalah tulisan Agus Salim. Kebetulan pada waktu itu Agus Salim
sendiri sedang berada di Bukittinggi, membuka sekolah HIS partikelir di
KotoGadang Bukittinggi dari tahun 1911 - 1915.
Pada
tahun 1912 Teuku Nyak Arif melanjutkan pendidikannya ke OSVIA (Opleiding
School Voor Inlandsche Ambtenaren) di Serang, Banten. Daerah yang dituju
semakin jauh, serta pengetahuan dan pengalamannya semakin banyak. Makin lama
Teuku Nyak Arif makin matang, terutama dalam bidang politik pemerintahan.
Selama bersekolah di Serang (1912 - 1915), Teuku Nyak Arif memperdalam ilmu
dalam bidang pamong praja sebagai lanjutan Sekolah Raja Bukittinggi.
Teuku
Nyak Arif sangat sensitif terhadap Belanda, ia sering konflik dengan guru-guru
dan direktur sekolah, orang Belanda. Teuku Nyak Arif sering tidak mengikuti
peraturan yang dikeluarkan sekolah, terutama yang menyinggung perasaan nasional
seperti cara hormat yang berlebihan terhadap guru. Akibat sikapnya ini Teuku
Nyak Arif sering mendapat teguran dari guru-guru atau direktur sekolah. Tetapi
walaupun begitu guru-guru dan pemimpin sekolah tidak berani bersikap keras
terhadap anak-anak Aceh, karena pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha
mengambil hati orang-orang Aceh. Pemerintah Hindia Belanda mengetahui bahwa
daerah Aceh merupakan api dalam sekam terhadap Belanda.
Pada
tahun 1915 Teuku Nyak Arif pulang ke Aceh untuk ikut menyumbangkan tenaganya
bagi pembangunan daerah. Pada tahun 1918 - 1920 ia bekerja sebagai pegawai
urusan distribusi beras makanan rakyat (Ambtenaar bij de voedsel voorziening
daerah Aceh.
Di
samping bekerja di kantor, Teuku Nyak Arif juga mengikuti kegiatan politik.
Pada tahun 1918 ia memasuki organisasi Nationale Indische Partij (NIP)
yang mulanya bernama Insulinde, yang
diketuai oleh Douwes Dekker dan kawan-kawannya di Jakarta. kemudian Ia diangkat
sebagai ketua N.I.P cabang Aceh.
Dalam
kesehariannya dalam membantu membangun Aceh, beliau ikut membantu Aceh dalam
wadah persatuan Hindia (Nusantara) serta mencurahkan perhatian untuk
mensejahterakan rakyat Aceh yang pada saat itu masih dalam masa penjajahan.
Pada tahun 1920 beliau diangkat menjadi panglima Sagi 26 mukim menggantikan
ayahnya yang telah berumur lanjut. Kemudia pada tahun 1927 beliau diangkat
menjadi anggota dewan rakyat (Volksraad) sampai tahun 1931.
Dalam
menentang penjajahan Belanda, beliau membentuk organisasi bawah tanah (tahun
1932) dan menjadi momok yang menakutkan bagi pemerintahan Belanda. Pada akhir
pemerintahan Belanda di Aceh beliau menuntut agar kekuasaan residen diserahkan
kepadanya, namun karena tidak diserahkan oleh pemerintahan Belanda maka beliau melakukan
pemberontakan terhadap mereka. Pada waktu Belanda telah kalah dan meninggalkan
Kutaraja, maka Teuku Nyak Arif diangkat oleh rakyat menjadi Ketua Komite
Pemerintahan
Daerah Aceh. Ia telah berhasil mengisi kekosongan kekuasaan di Aceh sewaktu
Belanda kalah dan sesuai dengan perhitungan strategi militer, kekosongan itulah
yang menjadi sasaran utama. Hanya di Aceh terdapat gerakan yang demikian untuk
mengisi
kekosongan yang
dipelopori dan dipimpin oleh Teuku Nyak Arif dan kawan-kawannya. Bahkan gerakan
itu meluas sampai ke barisan KNIL akibat pengaruh Teuku Nyak Arif. Ia menuntut
penyerahan pemerintahan kepada rakyat dan pembentukan suatu tentara rakyat
Jepang
mendarat di Aceh pada tanggal 12 maret 1942 dan itulah adalah kunci untuk
mengusir Belanda dari tanah Aceh. Pendaratan jepang dilakukan di Ujong Batee,
Teluk Balohan (Sabang), dan di Kuala Bugak Peureulak (Aceh Timur). Jepang
disambut dengan gegap gempita oleh penduduk Aceh dengan semangat persaudaraan,
sebagaimana semboyan Jepang tatkala datang ke Indonesia untuk membebaskan dari
penjajahan Belanda.
Pasukan
Belanda di Aceh yang dipimpin oleh Kolonel Gosenson, memindahkan markas
besarnya ke Takengon dengan kekuatan 2.000 tentara. Tentara Belanda pada
mulanya hendak melakukan perang gerilya dalam menghadapi Jepang, tetapi
ternyata gagal karena tidak
didukung oleh
rakyat Aceh. Perang di Aceh ternyata berjalan amat cepat karena:
·
Pasukan
Jepang bergerak amat cepat,
·
Rakyat
Aceh juga melawan Belanda,
·
Pasukan
Hindia Belanda bukan pasukan tempur yang baik.
Pada tanggal 28 Maret 1942 Mayor Jenderal Overakker dan Kolonel Gosenson
menyerah kepada Jepang di daerah Kotacane. Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Belanda di daerah Aceh untuk selama-lamanya. Buat sementara ia
diganti oleh Jepang yang telah disambut oleh rakyat dengan gembira. Akan tetapi
kegembiraan itu tidak akan berlangsung lama, karena penjajah yang baru itu
ternyatajauh lebih kejam lagi, sehingga rakyat Aceh harus berontak lagi.
Sesudah
berkuasa di Indonesia, Jepang berusaha mengambil hati rakyat Indonesia, dengan
mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Indonesia adalah untuk memerdekakan
bangsa Indonesia dari penindasan bangsa kulit putih. Jepang akan membentuk
daerah kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Solidaritas Asia menentang Barat di
bawah hegemoni Jepang merupakan suatu ide yang bagaimanapun akan memancing
sambutan lunak dari orang Indonesia. Pemimpin Indonesia yang diasingkan oleh
pemerintah Hindia Belanda
seperti Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibebaskan kembali oleh
Jepang.
Sistem
pemerintahan Hindia Belanda terus dilanjutkan. Pulau Sumatera dibagi menjadi 9
keresidenan. Tiap-tiap daerah keresidenandiberi pemerintahan sendiri-sendiri
yang diperintah oleh seorang Residen (Shu Cokang). Aceh dijadikan satu
karesidenan yang diperintah seorang Residen. Teuku Nyak Arif diangkat oleh
pemerintah militer Jepang sebagai penasehat pemerintah militer daerah Aceh.
Bahkan pada zaman permulaan pendudukan Jepang, Teuku Nyak Arif diangkat sebagai
penasehat terkemuka, karena pemerintah Jepang sudah mengetahui bahwa ia adalah
pemimpin terkemuka di Aceh.
Sebenarnya
Teuku Nyak Arif telah melihat bahaya yang akan timbul akibat penjajahan Jepang
ini. Tetapi walaupun begitu jalan satu-satunya untuk menyelamatkan rakyat
adalah menerima kerja sama dengan Jepang. Ia tidak pernah bekerja
sungguh-sungguh dengan Jepang, sebaliknya pemerintah Jepang betul-betul
mengharapkan bantuan dari Teuku Nyak Arif. Sebagai pemimpin terkemuka di Aceh,
beliau diangkat sebagai Gunco di Kutaraja, Teuku Panglima Polim sebagai Gunco
di Seulimeum dan Teuku Hasan Dik menjadi Gunco di Sigli.
Sebagai
manifestasi dari ketidaksenangan Teuku Nyak Arif terhadap Jepang ialah
ucapannya sebagai berikut: Kita usir anjing, datang babi. Babi lebih.
jahat dari anjing, penjajahan Jepang lebih jahat dari penjajahan Belanda.
Analisa Teuku Nyak Arif ini ternyata benar. Jepang yang pada mulanya datang
sebagai sahabat, kemudian mengambil tempat Belanda yang lama sebagai penjajah.
Setelah
tiga tahun menjajah Aceh, akhirnya
tersiar kabar bahwa Jepang telah kalah perang dengan pasukan sekutu yang
dipimpin oleh Amerika Serikat yang ditandai dengan dijatuhkannya dua bom atom
di Hiroshima dan Nagasaki. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa
syarat kepada pasukan sekutu.
Bersamaan
dengan kekalahan Jepang itu, Soekarno- Hatta telah kembali pula ke Jakarta
sesudah menemui Marsekal Terauci di Saigon. Soekarno dan Hatta, sebagai
pemimpin Indonesia terkemuka waktu itu segera mengadakan pertemuan dengan
pemimpin Indonesia lainnya. Sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan
dipersiapkan dengan matang, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan
Timur No. 56 pukul 10.00 pagi diproklamasikan kemerdekaanIndonesia ke seluruh
pelosok tanah air dan seluruh penjuru dunia.
Berita
proklamasi kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis, diteruskan kepada
Teuku Nyak Arif. Instruksi selanjutnya diterima melalui Radiogram dari
Bukittinggi yang dikirim oleh Adinegoro. Teuku Nyak Arif memanggil tokoh
penting sesudah raenerima
berita itu. Di
hadapan pemimpin-pemimpin Aceh ia menyatakan sumpah setia kepada Negara
Republik Indonesia.
Pada
tanggal 28 Agustus 1945, Teuku Nyak Arif dipilih dan diangkat menjadi ketua
Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Aceh, dengan Tuanku Mahmud sebagai
wakilnya. Untuk memikul biaya perjuangan yang semakin berat maka Teuku Nyak
Arif telah menjual
harta benda
pribadinya, termasuk segala perhiasan emas milik istrinya, begitu juga Tuanku
Mahmud. Revolusi berjalan terus, rakyat Aceh yang terkenal heroik terhadap penjajahan
Belanda dan Jepang, pada saat itu telah bertekad mempertahankan kemerdekaannya.
Jalan revolusi harus dipimpin dan diarahkan. Untuk mengarahkannya aparat
pemerintahan harus disempurnakan.
Perjuangan
terus ditingkatkan aparatur terus disempurnakan untuk menjamin kesuksesannya
revolusi. Walaupun hubungan dengan pusat tidak selancar seperti sekarang,
tetapi garis yang ditetapkan oleh pusat sedapat mungkin dilaksanakan. Di Aceh
juga dibentuk
Angkatan Pemuda
Indonesia (API) oleh Teuku Nyak Arif yang dikepalai oleh perwira Syamaun
Gaharu. Setelah susunan API untuk seluruh Aceh disepakati maka atas anjuran
Teuku Nyak Arif dikirimlah kurir menemui orang-orang penting, menyampaikan apa
yang telah
diputuskan dan melaksanakan putusan itu dengan penuh tanggung jawab, serta
mempersiapkan segala sesuatu sambil menunggu perintah dan pengumuman
selanjutnya.
Dalam
bulan-bulan pertama Proklamasi, pemerintah RI mendasarkan kekuatannya pada
bidang diplomasi, tidak pada bidang fisik militer. Itulah sebabnya tidak segera
dibentuk tentara sebagai tulang punggung negara yang baru diproklamasikan itu.
Kemudian atas desakan tokoh-tokoh terkemuka, maka Pemerintah RI mengeluarkan
dekrit pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan mengubah nama BKR menjadi TKR
(Tentara Keamanan Rakyat). Di
daerah Aceh
pimpinan TKR dipegang oleh Syamaun Gaharu.
Di
samping adanya TKR, laskar-laskar rakyat masih tetap berdiri. Laskar-laskar ini
dimaksudkan untuk membantu TKR dalam mencapai kemerdekaan. Laskar yang terbesar
di Aceh adalah Mujahiddin, yang mempunyai divisi Tengku Cik Ditiro dan Divisi
Paja Bakung. Teuku Nyak Arif sebagai Residen Aceh mempunyai pengaruh besar di
kalangan TKR yang dipimpin Syamaun Gaharu.
Di
antarapemimpin itu sudah tentu terjadi persaingan untuk memegang kekuasaan
di Aceh,
terutama antara golongan Ulama dan golongan Uleebalang. Dengan alasan Teuku
Nyak Arif dari golongan Uleebalang, maka datanglah desakan kepada Komite
Nasional Indonesia, untuk menonaktifkan Teuku Nyak Arif dan mengasingkannya ke
Takengon. Desakan ini mendapat dukungan. penuh dari kelompok TPR disokong oleh
PESINDO, yang juga mempunyai ambisi untuk menggantikan Teuku Nyak Arif.
Penangkapan
terhadap Teuku Nyak Arif dilakukan oleh
Tentara Perlawanan Rakyat (TPR), pada saat itu beliau sedang sakit, yang
dilakukan secara baik baik dan dengan penghormatan, karena mereka itu tahu
pengaruh Teuku Nyak Arif masih besar. Kepada keluarganya dikatakan bahwa Teuku
Nyak Arif akan dibawa untuk beristirahat, dan kebetulan waktu itu masih sakit.
Kemudian Teuku Nyak Arif dibawa ke Takengon dengan sebuah sedan, dikawal oleh
dua orang anggota TPR yang berpakaian hitam dan bertopeng. Sesudah sebulan
berada di Takengon baru keluarganya dibolehkan menyusul mengunjunginya.
Walaupun begitu karena perawatannya kurang sempurna maka penyakit Teuku Nyak
Arif makin bertambah berat. Keluarga Teuku Nyak Arif yang diizinkan menunggu
selama di Takengon adalah istrinya Cut Nyak Jauhari, anak-anaknya Teuku Syamsul
Bahri dan Cut Nyak Arifah Nasri, serta adikya Teuku AbdulHamid.
Dalam
keadaan sakit Teuku Nyak Arief masih dapat memikirkan keadaan rakyat Aceh
umumnya. Sehubungan dengan keadaan sakitnya semakin bertambah parah,
kesehatannya semakin kritis, dan ajal pun tak dapat ditolak. Beliau berpulang
ke rahmatullah di samping isteri beliau beserta adik-adiknya, tepatnya pada
tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Jenazahnya dikebumukan di komplek makam
keluarganya di Lamreung, lebih kurang dua kilometer dari Lamnyong.
Referensi:
Mardanas
Safwan, Pahlawan Nasional Teuku Nyak Arif, Jakarta: Balai Pustaka, 1992
Abdurrahman,
G dkk, Biografi Pejuang-pejuang Aceh, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Aceh,
2002
Nama : Muhammad Syauqi
Unit : 02
NIM :140501047
Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas/Universitas : Adab dan Humaniora/ UIN ArRaniry, Banda Aceh