Sultan Muhammad Daud Syah

Sabtu, 09 Mei 2015


Muhammad Daud Syah merupakan Sultan Aceh terakhir atau Sultan ke-35. Sultan Daud dinobatkan menjadi sultan di Masjid Tua Indrapuri pada tahun 1874[1] sampai menyerah kepada Belanda pada tanggal 10 Januari 1903.Sultan Daud merupakan cucu dari Sultan Mansur Syah, dimana sampai tahun 1884 ia merupakan Wali dari Tuanku Hasyim, anak dari Sultan sebelumnya yang juga merupakan pamannya yaitu Sultan Mahmud Syah. Muhammad Daud Syah dilahirkan pada tahun 1871, dua tahun sebelum Belanda menyerang Aceh pada  26 Maret 1873 M.

Pada tanggal 26 November 1902, Teungku Putroe Gambo Gadeng bin Tuanku Abdul Majid bersama anaknya Tuanku Raja Ibrahim yang merupakan sanak familinya  disandera oleh Belanda di Gampong Glumpang Payong Pidie. Tujuan penyanderaan ini agar Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah menyerahkan diri kepada Belanda. Akhirnya setelah bermusyawarah dengan penasihatnya, Sultan datang dan bertemu dengan Belanda di Sigli. Pada 20 Januari 1903, Sultan Muhammad Daud Syah dibawa ke Kuta Raja menghadap Gubernur Aceh Jenderal Van Heutz dengan harapan dia akan mengakui kekuasaan pemerintah penjajah di Aceh. Tetapi,  harapan pembesar Belanda ini tidak menjadi kenyataan karena dia menolak menandatangani  MoU damai dengan Belanda. Bahkan draf surat damai dirobek oleh Muhammad Daud Syah di pendopo Jenderal Van Heutz (pendopo Gubernur Aceh sekarang).

Pada  3 Februari 1903, Muhammad Daud Syah diintenir (tahanan rumah) di kampung Kedah, Banda Aceh karena Ia tidak berkenan untuk menyutujui kehadiran penjajah di Aceh. Dia hanya diperbolehkan bergerak bebas di sekitar Kuta Raja. Walau Muhammad Daud Syah berada dalam tahanan rumah, Ia masih memberi sumbangan dan dukungan kepada para pemimpin gerilyawan Aceh untuk terus berjuang mengusir penjajah dengan cara bergerilya, hanya dengan  cara-cara seperti itu Belanda dapat dijinakkan.
Pengaruhnya yang masih sangat besar terhadap rakyat menyebabkan Gubernur Aceh,  yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Jenderal Van Daalen mengusulkan Sultan Muhammad Daud Syah dibuang dari Aceh. Maka pada 24 Desember 1907, Belanda membuang Sultan Muhammad Daud Syah, istri, dan anak-anaknya  ke Batavia dan menetap di Jatinegara.




Di Batavia, Sultan Muhammad Daud Syah terus mengadakan hubungan luar negeri termasuk menyurati Kaisar Jepang untuk membantu Kerajaan Aceh guna melawan Belanda. Namun surat ini bocor ke tangan Belanda, lalu sultan beserta keluarga diasingkan ke Ambon. Pada tahun 1918, sultan dipindahkan kembali ke Rawamangun, Jakarta,  sampai beliau menghembuskan nafas terakhir pada 6 Februari 1939.

PERANG KHANDAQ(Ahzab)




Setelah terjadi peperangan antara kaum Muslimin dengan Kaum Quraisy dan juga dengan kabilah-kabilah Yahudi, Jazirah Arab kembali tenang yang satu tahun sebelumnya selalu mengalami peperangan. Hanya saja kaum yang selalu iri, dengki, dan pendendam terhadap kaum Muslimin yang selalu mencari gara-gara untuk memulai peperangan, mereka juga sering melakukan penghianatan terhadap perjanjian-perjanjian yang telah disepakati oleh kaum Muslimin dengan mereka.


Hari demi hari terus berlalu dan membawa keuntungan terhadap kaum Muslimin, pamor dan pengaruh mereka semakin menguat. Kareni itu kaum Yahudi semakin terbakar api kedengkian yang ada di dalam diri mereka. Mereka kembali merancang konspirasi baru terhadap kaum Muslimin dengan menghimpun kabilah-kabilah Arab untuk memerangi kaum Muslimin, mereka berbuat demikian karena tidak berani berhadapan langsung dengan kaum Muslimin. Taktik demikian terus dipelihara oleh kaum Yahudi hingga masa sekarang ini yaitu dengan cara membonceng kepada Negara-negara yang kuat di dunia.

Siasat mereka yang pertama adalah mengajak kabilah-kabilah Arab untuk bersatu memrangi Islam, adalah dua puluh pemuka Yahudi dari Bani Nadhir mendatangi Bani Quraisy di Mekah. Mereka mendorong kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah SAW  beserta pengikut-pengikutnya, dan mereka berjanji akan membantu serta mendukung rencana tersebut. Kaum Quraisy yang sebelumnya telah menyimpan dendam terhadap kaum Muslimin yang disebabkan kekalahan mereka dalam peperangan terdahulu, langsung menyetujui rencana tersebut dan mereka melihat ini adalah satu kesempatan untuk membalas kekalahan mereka yang terdahulu.
Selanjutnya pemuka-pemuka yahudi tersebut pergi kepada kabilah Ghathafan danjuga mengajak mereka untuk memerangi Islam, mereka juga langsung setuju dengan rencana tersebut. Begitu pula mereka mengajak kabilah-kabilah lain untuk menyerang umat Islam. Setelah itu terkumpullah pasukan dari kabilah-kabilah tersebut, koalisi kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Tihamah, dan Bani Sulaim yang datang dari arah Selatan. Sedang kan dari arah Tiimur adalah koalisi Bani Ghathafan, Bani fazarah, Bani Murrah, bani Asyja’, Bani Asad, dll. Dari gabungan semua kekuatan tersebut maka jumlah prajurit seluruhnya adalah 10 ribu orang.
Pasukan gabung tersebut bergerak kea rah Madinah seperti yang telah mereka sepakati bersama, dalam beberapa hari saja di sekitar madinah telah terkumpul pasukan musuh yang cukup besar, jumlahnya mencapai 10 ribu orang. Jumlah tersebut melebihi jumlah penduduk Madinah termasuk anak-anak dan juga wanita. Maka sebelum terjadi peperangan tersebut Rasulullah telah menerima laporan bahwa koalisi kaum kafir berencana untuk menyerang Madinah dan membinasakan Islam sampai ke akar-akarnya.
Maka Rasulullah SAW langsung menngelar majelis tinggi permusyawaratan untuk membicarakan rencana mempertahankan kota Madinah dari penyerangan tersebut. Di dalam majelis tersebut, terdapatlah Seorang sahabat Nabi yang bernama Salman Al Farisi yang mengemukakan idenya untuk menyelamatkan kota Madinah. Ide tersebut adalah membuat parit yang mengelilingi kota Madinah sebagai pertahanan kota, taktik ini terinspirasi oleh taktik perang Persia yang pada waktu  itu masyarakat Arab tidak tahu menahu tentang hal tersebut.
Setelah menyetujui ide Salman tersebut, Rasulullah SAW beserta kaum Muslimin bergitong royong bersama untuk membuat parit tersebut. Setelah itu parit tersebut dibuat, maka Rasulullah SAW berangkat dengan kekuatan 3 ribu personil. Kota Madinah di wakilkan kepada Ibnu Ummi Maktum, para anak-anak dan wanita ditempatkan di rumah khusus sebagai tempat perlindungan,
Ketika kaum Muslimin berhadapan dengan Kaum kafir, mereka hanya dibatasi oleh parit yang lebar hanya 4.62 meter dan dalamnya 3.3 meter. Kaum kafir yang hendak melompati parit tersebut langsun dihujani dengan anak panah, maka mereka tetap gagal untuk menyeberangi parit tersebut. Karena berbagai macam cara telah dilakukan untuk menyeberangi parit itu tidak berhasil maka mereka memutuskan untuk mengepung kota Madinah.
Karena taktik mengepung kota Madinah tidak berhasil, maka pemuka Bani Nadhir yang tedapat di dalam pasukan koalisi tersebut pergi ke perkampungan Bani Quraizhah untuk meminta bantuan mereka menyerang kaum kota Madinah dari dalam. Namun Pemimpin Bani Quraizhah tidak mau bergabung karena masih terikat perjanjian dengan kaum Muslaimin. Namun atas bujuk rayu pemuka Bani nadhir maka mereka bergabung juga dengan pasukan koalisi, namun mereka ditugaskan mengacau di dalam kota Madinah.
Setelah itu bani Quraizhah langsung melaksanakan misi tersebut, pengacauan yang dilakukan oleh mereka di ketahui oleh Rasulullah SAW. Maka beliau mengutus Sa’ad bin Mu’adz, Sa’ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, dan khawwat bin jubair untuk mengecek kebenaran berita tersebut. Namun yang terjadi di lapangan di luar perkiraan mereka, ternyata hal tersebut betul-betul terjadi, malah lebih parah lagi. Mereka kemudian kembali kepada Rasulullah dan mengabarkan apa yang terjadi.
Setelah itu Rasulullah mengatur strategi perang untuk mengalahkan mereka, yaitu dengan cara memecah belah koalisi mereka. Maka pada saat itulah datang bantuan dari Allah, pada malam hari Allah mengirim angin topan dan cuaca ekstrim sehingga perkemahan mereka hancur porak-poranda, Allah juga mengirimkan pasukannya yang terdiri dari beribu-ribu malaikat untuk mengalahkan pasukan kafir. Pada pagi harinya tidak ditemukan orang-orang kafir karena pada malam itu juga mereka meninggalkan medan perang dikarenakan cuaca buruk dan maut di depan mata.
Perang Khandaq ini terjadi pada Syawwal 5 H, perang Ahzab tidak menimbulkan kerugian, tetapi merupakan perang urat syaraf. Semua bangsa Arab tidak sanggup menghimpun kekuatan yang lebih besar dari pada pasukan Ahzab ini. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, ketika Allah telah mengalahkan pasukan musuh, sekarang kitalah yang menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita, Kitalah yang mendatangi mereka.”


Referensi
Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Arrahiqul Makhtum, Jakarta: Aqwam, 2o14
Qasim A. Ibrahimdan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jakarta: Zaman, 2014


Jabir Ibn Hayyan: Bapak Kimia Modern



           Nama lengkapnya adalah Jabir ibn Hayyan bin Abdullah Kufi yang biasa dipanggil dengan Abu Musa. Beliau dilahirkan di desa Thus, Khurasan yang kemudian tinggal di Kufah.  Dorongan paling kuat untuk menuntut ilmu datang dari ayahnya sendiri . Ia menimba ilmu dari dua gurunya yang bernama Khalid bin Yazid yang mengajarkannya ilmu kimia dan seorang lagi bernama Imam Ja’far Shadiq.
Selama ia menuntut ilmu, ia banyak berkenalan dengan orang-orang yang cinta terhadap ilmu pengetahuan sehinnga membuat ia terlecut semangatnya untuk menjadi seorang ilmuwan Muslim. 

            Dalam rangka mewujudkan cita-citanya  Ia membangun sebuah laboratorium untuk keperluan penelitiannya. Setelah semua kerja kerasnya , ia akhirnya  termasyhur sebagai seorang ilmuwan kimia ke seantero Jazirah Arab.
Menurut Jabir ibn Hayyan, dalm ilmu kimia yang sangat penting adalah percobaan. Jika seseorang tidak dapat meletakkan pengetahuan melalui percobaan maka kemungkinan besar ia akan melakukan kesalahan. Ia juga berkata bahwa teori Kimia tidak dapat diakui kebenarannya jika hanya berdasarkan hasil bacaan , tetapi harus terlebih dahulu diuju dan dibuktikan kebenarannya dengan perconbaan
Jabir Ibn Hayyan hidup pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang sangat memanjakan para ilmuwan, sehingga Ia dapat dengan bebas untuk focus dan berinovasi dalam kimia. Kontribusi Jabir Ibn Hayyan dalam ilmu kimia diantaranya adalah penyempuraan proses Kristalisasi, Distilasi, Kalsinasi, Sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrument untuk melakukan proses tersebut.
Jabir Ibn Hayyan  mampu mengaplikasikan pengetahuannya dibidang kimia dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta anti karat. Selain itu ia juga yang pertama kali menggunakan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
             Banyak karya-karya yang telah dilahirkan oleh jabir Ibn Hayyan, diantaranya adalah: ilmu Al Aksir Al Adzhim, Al Bayan, Ad Durat Maknunah, Al Kawash, Az Zabiq, At Tarakib, dan Sirul Asrar.  Buku-buku tersebut memberikan pengaruh besar pada dunia hingga saat ini.
             Jabir Ibn Hayyan wafat pada 815 masehi atau  200 H di Kufah, irak

Referensi
Serambi Indonesia

Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008

Khanduri Troen U Blang

Senin, 04 Mei 2015
NAMA                                    : MUHAMMAD SYAUQI
NIM                                        : 140501047
UNIT                                      : 02
JURUSAN/FAKULTAS       : SKI/ ADAB DAN HUMANIORA
KAMPUS                               : UIN AR RANIRY


Indonesia merupakan negara Agraris, yang didukung dengan iklim tropis dan tanah yang subur. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, tanaman yang biasa di tanam adalah bahan makanan pokok hingga obat-obatan herbal tapi umumnya adalah bahan makanan pokok.
Di ujung barat Indonesia, yaitu provinsi Aceh juga demikian. Meskipun ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan, namun mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani. Di dataran rendah para petani biasanya menanam padi sedangkan di dataran tinggi biasanya petani menanam tomat, kentang, kopi, dll. Di dalam tradisi masyarakat Aceh, khususnya daerah Aceh yang dekat dengan laut sebelum tanam padi   ada kegiatan yang dinamakan dengan  khanduri troen u Blang( khanduri turun sawah), tradisi ini sarat dengan keagamaan, budaya, dan sosial.tradisi ini telah da sejak jaman dahulu dan diteruskan hingga saat ini.
 Misalnya di daerah Aceh Besar, kegiatan ini berlangsung dua kali. Pertama ketika dilaksanakan sebelum benih-benih padi di semai, dan yang kedua ketika padi telah menampakkan bulir-bulirnya(rhoh). Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di Ulee Ateung(pematang sawah).



Pada hari yang telah ditentukan, para penduduk beramai-ramai pergi menuju ke sawah dengan membawa bekal Bu Kulah(nasi dibungkus dengan daun pisang) masing-masing dua bungkus. Ketika penduduk telah berkumpul semua, maka dimulailah acara tersebut. Dengan dipimpin oleh Tengku, para penduduk dengan khusyuk berdoa kepada Allah agar tanaman padinya selamat dari segala hama.

Setelah berdoa bersama, para petani menyantap bekal yang telah dibawa dari rumah. Tradisi ini dimaksudkan untuk ungkapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki kepada petani dengan hasil panen yang melimpah serta meminta kepada-Nya agar padi yang hendak ditanami jauh dari serangan hama.